BAB VIII
KOMPLEKSOMETRI
8.1. Tujuan
Percobaan
-
Memahami prinsip-prinsip dasar titrasi kompleksometri
-
Menentukan kesadahan air.
8.2. Tinjauan
Pustaka
Titrasi merupakan
suatu cara
untuk menetapkan kadar suatu
larutan dengan menggunakan larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya.
Untuk hal ini, suatu larutan yang konsentrasinya sudah diketahui dengan pasti (larutan
standar), ditambahkan secara bertahap kedalam larutan lain yang
konsentrasinya belum diketahui, sampai dengan reaksi kimia antara kedua
larutan tersebut berlangsung secara sempurna (Chandra, 2012).
Terdapat zat organik yang selalu memiliki dua
gugus atau lebih yang mampu mengkomplekskan suatu ion logam disebut zat
pengkelat. Kompleks yang akan terbentuk disebut Chelate. Agen pengkelat yang dimaksudkan merupakan Ligan. Suatu titrasi dengan agen
pengelat disebut dengan titrasi Chelometric,
yaitu titrasi yang sejenis dengan kompleksometri (Christian, 1980).
Dalam analisis suatu zat kimia
digunakan berbagai macam metode, salah satunya digunakan untuk penetapan kadar
logam adalah kompleksometri. Metode ini harus selalu didasarkan atas
pembentukan senyawa kompleks antara logam dengan zat pembentuk kompleks (Na2EDTA)
(Endang, 2006).
Suatu titrasi kompleksometri dengan menggunakan cara
titrasi kembali digunakan karena terdapat beberapa logam yang tidak dapat
dititrasi secara langsung. Yang disebabkan karena terjadinya suatu endapan dari
dalam larutan atau membentuk kompleks yang inert. Dalam cara ini analat diberi
larutan EDTA berlebih, lalu kelebihan EDTA akan dititrasi dengan MgSO4
menggunakan indikator EBT. Perubahan warna yang akan terjadi pada titik akhir
titrasi merupakan suatu kebalikan dari perubahan warna dari titrasi langsung.
Pada titrasi ini Mg bereaksi dengan EDTA sampai dengan EDTA habis, baru
kemudian bereaksi dengan indikator (Tuty, 2016).
EDTA akan berpotensi sebagai ligan
seksidentat yang akan dapat berkoordinasi dengan sebuah ion logam melalui gugus
dua nitrogen dan empat karboksilnya. Diketahui bahwa dari spektrum inframerah
dan beberapa pengukuran lainnya bahwa memang demikianlah adanya sebut saja
untuk ion kobalt (II), dalam kasus lainnya, EDTA dapat bertindak sebagai ligan
kuinkedentat atau kuadridentat dengan satu atau dua gugus karboksilnya bebas
dari interaksi kuat dengan logam.
Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-garam logam. Etilen diamin tetra asetat (EDTA) merupakan titran yang sering digunakan.
Ada berbagai jenis titrasi
kompleksometri yang diterapkan pada setiap percobaan dan setiap jenis titrasi
akan menghasilkan hasil yang sama tetapi dengan prosedur yang berbeda, adapun
macam-macam jenis titrasi kompleksometri yaitu:
A. Titrasi langsung
Titrasi
langsung ialah sebuah metode yang merupakan metode paling sederhana dan paling
sering dipakai. Larutan ion yang akan ditetapkan ditambah dengan Buffer, misalnya Buffer pH 10 lalu ditambahkan indikator logam yang sesuai dan akan
dititrasi langsung dengan larutan baku dinatrium edetat. Untuk mencegah
pengendapan logam hidroksida atau garam basa dengan Buffer, dilakukan dengan penambahan suatu pembentuk kompleks
pembantu misalnya tartrat, sitrat, atau trietanol amin. Pada titik ekivalen,
kadar ion logam yang ditetapkan berkurang dengan sedikit demi sedikit yang
ditunjukkan oleh perubahan warna indikator logam yang dipengaruhi oleh
perubahan pM = - log (Mn+). Titik akhir juga akan dapat ditetapkan
secara amperometri, konduktometri, spektrofotometri, ataupun dengan
potensiometri.
B. Titrasi kembali
Metode ini sangat
penting untuk logam yang mengendap terutama dengan hidroksida pada pH yang
dikehendaki untuk titrasi, untuk senyawa yang tidak larut misalnya sulfat,
kalsium oksalat, untuk senyawa yang membentuk kompleks yang sangat lambat dan
ion logam yang membentuk kompleks lebih stabil dengan natrium edetat daripada
dengan indikator. Pada keadaan demikian, dapat ditambahkan larutan baku
dinatrium edetat berlebihan kemudian larutan ditambah Buffer pada pH yang diinginkan, dan kelebihan dinatrium edetat dapat
dititrasi kembali dengan larutan baku ion logam. Titik akhir ditunjukkan dengan
suatu pertologan indikator logam.
C. Titrasi substitusi
Metode ini
dilakukan apabila ion logam tersebut tidak memberikan titik akhir yang jelas
apabila dititrasi secara langsung atau dengan titrasi kembali, atau juga jika
ion logam tersebut membentuk sebuah kompleks dengan dinatrium edetat yang lebih
stabil daripada sebuah logam lain seperti magnesium dan kalsium. Kalsium,
timbal dan raksa dapat ditetapkan dengan cara ini dengan indikator hitam
eriokrom dengan hasil yang memuaskan.
D. Titrasi tidak langsung
Metode
titrasi tidak langsung (Indirect
Titration) dapat digunakan untuk menentukan sebuah kadar ion-ion seperti
anion yang tidak bereaksi dengan pengkelat. Sebagai contoh barbiturat tidak akan
bereaksi dengan EDTA, akan tetapi secara kuantitatif dapat diendapkan dengan
ion merkuri dalam keadaan basa sebagai ion kompleks 1:1. Setelah pengendapan
dengan kelebihan Hg(II), kompleks akan dipindahkan dengan cara penyaringan dan akan
dilarutkan kembali dalam larutan baku EDTA yang berlebihan. Larutan baku Zn(II)
dapat digunakan untuk menitrasi kelebihan EDTA ini menggunakan indikator yang sesuai
untuk mendeteksi titik akhir.
Pendekatan
lain ialah pengendapan anion dengan kelebihan logam yang sesuai dan kelebihan
ion logam dalam fitrat ini dititrasi dengan larutan baku EDTA. Sebagai suatu contoh
sulfat dapat diendapkan dengan Ba(II) berlebihan, dan kelebihan Ba(II)
dititrasi dengan larutan baku EDTA.
E. Titrasi alkalimetri
Pada metode
ini, proton dari dinatrium edetat, Na2H2Y akan dibebaskan
oleh logam berat dan akan dititrasi dengan larutan baku alkali sesuai dengan
persamaan reaksi berikut:


Larutan logam
yang akan ditetapkan dengan metode ini sebelum dititrasi harus dalam suasana
netral terhadap indikator yang digunakan. Penetapan titik akhir menggunakan
indikator asam-basa atau secara potensiometri. Dalam Farmakope Indonesia,
titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kadar: bismut subkarbonat:
bismut subnitrat; kalsium karbonat; kalsium klorida dan sediaan injeksinya;
kalsium glukonat; kalsium hidrogen fosfat; kalsium hidroksida dan larutan
topikal kalsium hidroksida; kalsium laktat dan sediaan tabletnya; kalsium
pantotenat; kalsium sulfat; magnesium karbonat; magnesium stearat; magnesium
sulfat; mangan sulfat; zink klorida; dan zink sulfat (Gholib, 2013).
Kesadahan
dibagi jadi dua, yaitu kesadahan total dan kesadahan tetap. Air yang mengandung
kesadahan kalsium karbonat dan magnesium karbonat disebut kesadahan total,
karena kesadahan tersebut tidak dapat dihilangkan dengan cara pemanasan ataupun
cara pembubuhan kapur. Air yang mengandung kesadahan kalsium sulfat, kalsium
khlorida, magnesium sulfat dan magnesium khlorida, disebut kesadahan tetap
karena tidak dapat dihilangkan dengan cara pemanasan, tetapi akan hilang jika
melakukan proses penukaran ion (Marsidi, 2001).
Tabel
8.2.1 Derajat Kesadahan
Derajat
Kesadahan
|
CaCO3
(ppm)
|
Ion
Ca2+
|
Lunak
|
˂50
|
<2,9
|
Agak
Sadah
|
50-100
|
2,9-5,9
|
Sadah
|
100-200
|
5,9-11,9
|
Sangat
Sadah
|
>200
|
>11,9
|
(Widyastuti,
2011).
Kinetika titrasi
kompleksometri
Berbagai ion seperti Cr3+,
Co3+, Al3+ dan Zr3+ dan kadangkala Fe3+,
Bi3+ terkomplekskan secara lambat dengan EDTA. Untuk ini titrasi
dilakukan pada temperatur 40-60 ˚C. Lambatnya pembentukan kompleks ini dapat
diatasi dengan titrasi balik seperti Cr(III) dititrasi dengan kelebihan EDTA
pada pH 1,0-4,0, pada 40-50 ˚C. EDTA yang berlebih dititrasi kembali dengan
garam Zn atau Mg. EDTA membentuk kompleks yang cukup cepat dengan Cr3+
bila Cr3+ dalam keadaan segar (baru dibuat dari Cr4+).
Pada pH = 3, Fe(III) membentuk kompleks lebih cepat dengan EDTA daripada pH =
1,0. Untuk Al kompleks Al pada pH > 4,0 akan terjadi hidrolisis tetapi pada
pH < 3,0, kompleks yang terbentuk sangat stabil. Oleh karena itu dalam kasus
penambahan reagen adalah sama pentingnya (Khopkar, 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar