Jumat, 02 Maret 2018

iodometri



BAB IV
IODOMETRI
4.1.   Tujuan Percobaan
          -  Membuat larutan standard dalam iodometri
          -  Standarisasi larutan natrium tiosulfat dengan larutan kalium dikromat
          -  Menggunakan larutan standard natrium tiosulfat untuk penetapan kadar
              tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat.
4.2.   Tinjauan Pustaka
                   Titrasi iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Titrasi iodometri adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Liony, 2015).
Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif volumetri secara oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi. Titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pereduksi (reduktor) dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator) (Regina, 2008).
Standarisasi larutan
Sejumlah substansi dapat dipergunakan sebagai standar-standar primer untuk larutan-larutan tiosulfat. Iodin murni adalah standar yang paling jelas namun jarang dipergunakan dikarenakan kesulitannya dalam penanganan dan penimbangan yang lebih sering dipergunakan adalah standar yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodin dari iodida, sebuah proses iodometrik.
Natrium tiosulfat
Natrium tiosulfat umumnya dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3.5H2O, dan larutan-larutannya distandarisasi terhadap sebuah standar primer. Larutan-larutan tersebut tidak stabil pada jangka waktu yang lama, sehingga boraks atau natrium karbonat seringkali ditambahkan sebagai bahan pengawet.
Proses-proses tak langsung atau iodometrik
Banyak agen pengoksidasi yang kuat dapat dianalisa dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksidasi membutuhkan suatu larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, natrium tiosulfat biasanya dipergunakan sebagai titrannya.
Pembuatan Larutan Iodin
Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134 mol/liter pada 25 ˚C) namun larut cukup banyak dalam larutan-larutan yang mengandung ion iodida. Iodin membentuk kompleks triiodida dengan iodide,
                                                      I2 + I-           I3-
Dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 25 ˚C. Suatu kelebihan kalium iodida ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan dan untuk menurunkan keatsirian iodin.
Iodin/Iod
Iodin murni adalah standar yang paling jelas namun jarang dipergunakan dikarenakan kesulitannya dalam penanganan dan penimbangan yang lebih sering dipergunakan adalah standar yang terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodin dari iodida.
Kalium dikromat adalah sebuah agen pengoksidasi yang cukup kuat, dengan potensial standar dari reaksi
                            Cr2O72- + 14H+ + 6e          2Cr3+ + 7H2O-
Sebesar +1,33 V. Bagaimanapun juga kekuatannya tidak sebesar kalium permanganat atau ion serium (IV). Keuntungan-keuntungannya adalah harga tidak mahal, amat stabil dalam larutan, dan tersedia dalam bentuk yang cukup murni untuk digunakan membuat larutan-larutan standar melalui penimbangan langsung (Underwood, 2002).
         Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya, Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil dari 8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk iodide dan hipoyodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Adanya konsentrasi asam yang kuat dapat menaikkan oksidasi potensial anion yang mempunyai oksidasi potensial yang lemah sehingga direduksi sempurna oleh iodida. Dengan pengaturan pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam oksidasi atau reduksi dari senyawa (Syarif, 2012).  
          Indikator yang digunakan adalah amilum karena warna biru gelap dari kompleks iodin amilum bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin. Filtrat yang sudah ditambahkan dengan larutan iod dititrasi dengan menggunakan natrium tiosulfat sampai titik akhir terjadi bila mana warna dari iod hilang. Terbentuknya warna biru setelah pemberian amilum, dikarenakan struktur molekul amilum yang terbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul iodin maka terbentuklah warna biru (Regina, 2008).
         Tembaga murni dapat dipergunakan sebagai standar primer untuk natrium tiosulfat dan disarankan untuk dipakai ketika tiosulfatnya akan dipergunakan untuk menentukan tembaga (Underwood, 2002).
Bahan baku primer:
1.    I2 murni atau dimurnikan dengan jalan disublimasi. BE cukup tinggi (126,9). Yod mudah menguap, maka bahan ini harus ditimbang dalam botol tertutup. Kesulitan penanganan yod membuatnya tidak praktis sebagai bbp.
2.    KIO3 kemurniannya baik, tetapi BE agak terlalu rendah (35,67).
3.    K2Cr2O7 juga mudah sekali diperoleh dalam keadaan murni,  tetapi juga agak rendah BE nya (49,03). Reaksinya dengan KI lambat, harus ditunggu beberapa lama sebelum dititrasi.
Sebagai oksidator lemah, yod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna. Karena itu sering dibuat kondisi yang menggeser kesetimbangan kearah hasil reaksi antara lain dengan mengatur pH (Harjadi, 1990).
Iodium adalah zat pengoksidasi lemah, dan ion iodide merupakan zat pereduksi yang cukup kuat sejak emf sel setengah untuk reaksi,
                                                       2I- = I2 + 2e-
adalah-0,54 volt.
             Dalam pengembangan kimia analitik beberapa faktor menyebabkan pemanfaatan awal metode iodium adalah:
(1) Sebuah indikator sensitif, kanji, sudah lama diketahui
(2) Reagen, natrium tiosulfat, tersedia untuk titrasi kuantitatif iodium bebas. Karena kondisi ini sejumlah besar metode analisis telah dikembangkan tentang kesetimbangan ion iodin-iodida (Pierce, 1976).
Iodin adalah bahan pengoksidasi yang cukup kuat. Selama oksidasi, iodin tereduksi seperti berikut ini:
                                            I2 + 2e          2I-
Larutan iodin yang digunakan dibakukan terhadap natrium tiosulfat. Selain itu, titik akhir dideteksi dengan menggunakan indikator kanji, yang menghasilkan pewarnaan biru dengan kelebihan iodin. Titrasi iodometri langsung digunakan pada penetapan kadar dalam farmakope untuk: asam askorbat, natrium stilbiglukonat, injeksi dimerkaprol, dan asetarsol.

Titrasi penggantian iodin
Titrasi ini melibatkan penggantian iodin dari iodida dengan menggunakan bahan pengoksidasi yang lebih kuat diikuti dengan titrasi penggantian iodin dengan natrium tiosulfat. Sebagai contoh, klorin yang terdapat dalam pemutih diperkirakan sebagai berikut:
                                      CI2 + 2I-         2CI- + I2
Iodin yang digantikan kemudian dititrasi dengan tiosulfat mengikuti persamaan berikut ini:
                                    2S2O32- + I2           S4O62- + 2I-
Suatu pendekatan yang berbeda digunakan dalam perkiraan fenol. Bromida dihasilkan dari reaksi kalium bromida dengan suatu larutan baku kalium bromat dalam volume tertentu yang mengikuti persamaan berikut ini:
                          BrO3- + 5Br- + 6H+                  3Br2 + 3H2O
Bromin yang dihasilkan kemudian direaksikan dengan fenol tersebut, dan 1 mol fenol bereaksi dengan 3 mol bromin (Watson, 2005).
Aplikasi proses iodometri
Proses-proses iodometrik langsung
          Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arsenik (III), antimon (III), sulfida, sulfit, timah (II), dan ferosianida. Kekuatan reduksi yang dimiliki oleh beberapa dari substansi ini tergantung pada konsentrasi ion hidrogen, dan reaksi dengan iodin baru dapat dianalisis secara kuantitatif hanya bila kita melakukan penyesuaian pH yang repot.
          Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetraklorida dan kloroform, dan terkadang kondisi ini dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi-titrasi.
Penentuan-penentuan dengan Iodin (Titrasi langsung)
Beberapa penentuan yang dapat dilakukan melalui titrasi langsung dengan sebuah larutan iodin standar. Penentuan antimon serupa dengan penentuan arseni, kecuali bahwa ion-ion tartrat, C4H4O62-, ditambahkan kedalam kompleks antimon dan mencegah pengendapan dari garam-garam seperti SbOCl ketika larutan dinetralkan.
         Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2 yang dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula coklat agak tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda, dan seterusnya, sampai akhirnya lenyap. Bila diamati dengan cermat perubahan warna tersebut, maka titik akhir dapat ditentukan dengan cukup jelas (Liony, 2015).

4.3.  Tinjauan Bahan
A.       Aquadest
 -   rumus molekul           : H2O
-   bentuk                       : cair
-       berat molekul            : 18,02 g/mol
-       densitas                     : 1,000 g/cm3
-       pH                             : 7
-       titik didih                  : 100 oC
-       titik lebur                  : 0 oC
-       warna                        : tidak berwarna
B.       Asam klorida 32%
-       rumus molekul          : HCl
-       bentuk                       : cair
-       berat molekul            :  36,46 g/mol
-       densitas                     : 1,159 g/cm3
-       pH                             :  asam
-       titik didih                  :  108,58 oC
-       titik lebur                  :  27,32 oC
-       warna                        : kuning cerah
C.       Indikator Amilum
-       rumus molekul          : (C6H10O5)n
-       bentuk                       : padat
-       berat molekul            : 162,067 g/mol
-       densitas                     : 1,0384 g/cm3
-       pH                             : 5-7
-       titik didih                  : 0 oC
-       titik lebur                  : 256,1-257,8 oC
-       warna                        : putih
D.       Kalium Dikromat
-     rumus molekul          : K2Cr2O7
-     bentuk                       : padat
-     berat molekul            : 294,19 g/mol
-     densitas                     : 2,69 g/cm3
-     pH                             : 4
-     titik didih                  : >500 °C
-     titik lebur                  : 398 °C
-     warna                        : jingga
E.        Kalium Iodida
-     rumus molekul          : KI
-     bentuk                       : padat
-     berat molekul            : 166 g/mol
-     densitas                     : 3.23 g/cm3
-     pH                             : 6,9
-     titik didih                  : 1325 °C
-     titik lebur                  : 685 °C
-     warna                        : putih

F.        Natrium Tiosulfat
-     rumus molekul          : Na2S2O3
-     bentuk                       : padat
-     berat molekul            : 248,21 g/mol
-     densitas                     : 1,74 g/cm3
-     pH                             : 6-7,5
-     titik didih                  : 100 °C
-     titik lebur                  : 48 °C
-     warna                        : putih
G.       Tembaga Sulfat
-     rumus molekul          : CuSO4.5H2O
-  bentuk                       : padat
-  berat molekul             :  249,69 g/mol
-     densitas                     : 2286 kg/m3
-     pH                             : 4
-     titik didih                  : 150 °C
           -  titik lebur                  : 110 °C
-   warna                        : biru
4.4.   Alat dan Bahan
  A.   Alat yang digunakan:                             B.  Bahan yang digunakan:
         -  Ball pipet                                                  -  asam klorida (HCl)
         -  batang pengaduk                                      -  Aquadest (H2O)
         -  Beakerglass                                               -  indikator amilum (C12H20O10)
         -  botol Aquadest                                          -  kalium dikromat (K2Cr2O7)
         -  buret                                                          -  kalium iodida (KI)
         -  corong                                                       -  natrium tiosulfat (Na2S2O3)
         -  Erlenmeyer                                               -  tembaga sulfat (CuSO4.5H2O)
         -  gelas arloji
         -  labu ukur
         -  neraca analitik
         -  pipet tetes
         -  pipet volume
         -  statif dan klem
         -  termometer
4.5.  Prosedur Percobaan
  A.  Preparasi larutan
        -  Membuat larutan natrium tiosulfat 0,2 N sebanyak 250 mL (menggunakan
            Aquadest yang sudah dididihkan)
        -  Membuat larutan kalium dikromat 0,1 N sebanyak 50 mL
        -  Membuat larutan-larutan kalium iodida 0,1 N sebanyak 100 mL
        -  Membuat larutan asam klorida 10% sebanyak 100 mL
        -  Membuat larutan tembaga sulfat 0,2 N sebanyak 100 mL    
        -  Membuat larutan amilum 1% sebanyak 100 mL.
  B.  Standarisasi larutan natrium tiosulfat dengan larutan kalium dikronat
        -  Mempipet 10 mL larutan kalium dikromat dan masukkan kedalam Erlenmeyer
        -  Menambahkan 25 mL Aquadest dan 5 mL larutan asam klorida 10% kemudian
            kocok sampai homogen
        -  Menambahkan 15 mL larutan kalium iodida 0,1 N, kocok lagi sampai homogen
        -  Menyimpan larutan ditempat gelap selama 10 menit
        -  Mentitrasi dengan natrium tiosulfat yang akan distandarisasi sampai larutan
            kuning muda
        -  Menambahkan 3 tetes indikator amilum
        -  Melanjutkan titrasi sampai warna biru pada larutan hilang dan sampai berubah
            menjadi tak berwarna
        -  Mengulangi prosedur tersebut sebanyak 3 kali.
  C.  Menetapkan kadar tembaga dalam garam tembaga sulfat pentahidrat
        -  Memipet 10 mL larutan tembaga sulfat 0,2 N ke dalam Erlenmeyer
        -  Menambahkan asam klorida 15 mL
        -  Menambahkan 15 mL larutan kalium iodida 0,1 N kocok hingga homogen
        -  menyimpan larutan ditempat gelap selama 10 menit
        -  Menitrasi dengan natrium tiosulfat yang akan distandarisasi sampai warna
            larutan kuning muda
        -  Menambahkan 3 tetes indikator amilum
        -  Melanjutkan titrasi sampai warna biru pada larutan hilang dan sampai larutan
            berwarna putih
        -  Mengulangi prosedur tersebut sebanyak 3 kali.
4.6.  Data Pengamatan
         Tabel 4.6.1.  Data pengamatan standarisasi larutan natrium tiosulfat dengan kalium dikromat 0,1 N
Keterangan
I
II
III
Volume larutan kalium dikromat yang dititrasi (mL)
10 mL
10 mL
10 mL
Volume larutan peniter natrium tiosulfat (mL)
4,2 mL
4,8 mL
4,3 mL
Rata-rata (mL)
4,43 mL

          Tabel 4.6.2. Data pengamatan kadar tembaga dalam tembaga sulfat pentahidrat
Keterangan
I
II
III
Volume larutan yang dititrasi (mL)
30 mL
30 mL
30 mL
Volume larutan tiosulfat-peniter (mL)
4,7 mL
4,9 mL
4,6 mL
Rata-rata (mL)
4,73 mL
 



4.7.   Persamaan reaksi
A.       Reaksi KI terhadap Na2S2O3.5H2O
          I2 + 2e-                                         2I-                                (×1)
(iodida)                                               (iod)      
S2O32-    +  H2O                          S2O42-    +    2H+     + 2e-         (×1)
(tiosulfat)      (air)                     (tiosulfat)     (hidrogen)
I2    +   S2O32- + H2O                 2I-  +  S2O42- + 2H+
(iodida) (tiosulfat)    (air)                       (iod)   (tiosulfit)  (hidrogen)
B.       Reaksi K2Cr2O7  tehadap KI
Cr2O72+   + 14H+ + 6e-                2Cr3+    +   7H2O                    (×1)
(dikromat)  (hidrogen)                (kromium)      (air)
2I-                                               I2      + 2e-                               (×3)
(iod)                                            (iodida)
Cr2O72+   +  14H+   + 6I-               2Cr3+   +  7H2O + 3I2
(dikromat)  (hidrogen)   (iod)    (kromium) (air)    (iodida)
C.       Reaksi antara CuSO4 dan KI
Cu2+ +  e-                       Cu+                                          (×2)
(tembaga II)                  (tembaga I)
2I-                                  I2 + 2e-                                    (×1)
(iod)                               (iodida)
2Cu2+    +     2I-             2Cu+    +      I2
(tembaga II)   (iod)   (tembaga I)    (iodida)
4.8.   Pembahasan
A.       Preparasi larutan
-       Menimbang natrium tiosulfat 12,4 gram, larutkan sedikit masukkan ke Beakerglass kemudian aduk sampai larut menggunakan Aquadest yang sudah didihkan suhu Aquadest antara 70 oC-80 oC pindahkan ke dalam labu ukur 250 mL dapat dilihat bahwa warna larutan jernih. Natrium tiosulfat dibuat dengan campuran air mendidih karena adanya dekomposisi asam bebas di dalam air dan juga untuk membuat natrium tiosulfat ini stabil.
-       Menimbang kalium dikromat 0,245 gram, penimbangan dilakukan di tempat yang gelap karena sifat dari kalium dikromat peka terhadap cahaya kemudian tambahkan Aquadest sampai zat larut pindahkan ke labu ukur 50 mL sampai tanda batas dapat diamati bahwa warna dari larutan orange.
-       Menimbang 1,66 gram kalium iodida penimbangan dilakukan di tempat yang gelap karena sifat dari kalium iodida yang peka terhadap cahaya karena jika dilakukan pada tempat bercahaya atau ruangan terbuka maka akan terjadi oksidasi iodida oleh udara, kemudian tambahkan Aquadest secukupnya pindahkan ke labu ukur 100 mL sampai tanda batas dapat diamati bahwa warna larutan jernih
-       Mempipet 31,25 mL asam klorida 32%, larutkan dengan Aquadest dalam labu ukur 100 mL, pengenceran dilakukan di dalam lemari asam mengingat asam klorida bersifat korosif
-       Menimbang 4,98 gram tembaga sulfat, larutkan dalam labu ukur 100 mL dapat diamati bahwa warna larutan biru.
B.       Standarisasi larutan natrium tiosulfat dengan larutan kalium dikromat
Larutan kalium dikromat adalah larutan standar primer yang telah di ketahui konsetrasinya, kemudian pipet 10 mL kalium dikromat dan masukkan ke dalam Erlemenyer setelah itu tambahkan 25 mL Aquadest dan 5 mL larutan asam klorida 10 % kemudian kocok sampai homogen, kemudian tambahkan 25 mL larutan kalium iodida 0,1 N, kocok lagi sampai homogen perlakukan pada tempat gelap mengingat sifat masing-masing zat yang peka terhadap cahaya, simpan larutan di tempat gelap selama 10 menit, setelah 10 menit dapat terlihat larutan berwarna coklat gelap, kemudian titrasi dengan natrium tiosulfat yang akan distandarisasi sampai larutan berwarna kuning muda, setelah itu kita tambahkan 3 tetes indikator amilum yang bertujuan untuk memberikan warna biru pada larutan yang akan dititrasi lanjutkan sampai warna menjadi warna biru bening, ulangi prosedur tersebut sampai 3 kali, jadi rata-rata volume dari 3 larutan adalah 4,43 mL. Sedangkan kadar natrium tiosulfat dalam larutan kalium dikromat adalah 0,2257 N.
C.       Menetapkan kadar tembaga dalam tembaga sulfat
Pertama kita memipet 10 mL larutan tembaga sulfat 0,2 N ke dalam Erlenmeyer kemudian tambahkan asam klodrida 15 mL, setelah itu tambahkan 15 mL larutan kalium iodida 0,1 N kocok sampai homogen, setelah itu simpan larutan di tempat gelap selama 10 menit sehingga dapat di amati warna larutan coklat gelap tujuan di simpan di tempat gelap agar zat tidak teroksidasi dengan udara atau cahaya sehingga dapat merubah konsentrasi larutan, kemudian tireasi dengan natriun tiosulfat yang akan distandarisasi sampai larutan berubah menjadi kuning muda. Kemudian, tambahkan 3 tetes indikator amilum, indikator ini di gunkan untuk mendeteksi adanya perubahan pada titik ekivalen pada saat titrasi, kemudian titrasi lagi sampai warna larutan berubah menjadi putih seperti susu, ulangi prosedur tersebut sebanyak 3 kali, sehingga didapatkan volume pada masing-masing percobaan yakni 4,7 mL, 4,9 mL dan 4,6 mL dengan rata-rata untuk 3 kali percobaan adalah 4,73 mL. Sedangkah kadar Cu dalam CuSo4 . 5H2O sebesar 139,745 %.
4.9.   Kesimpulan
-       Dapat membuat larutan standar iodometri berdasarkan kemurnianya yaitu natrium tiosulfat 0,2 N dan kalium dikromat 0,1 N.
-       Hasil standarisasi larutan natrium tiosulfat dengan larutan kalium dikromat sebesar 0,2257 N dengan volume natrium dalam standarisasi sebesar 4,43 mL.
-       Pada penetapan kadar Cu dalam CuSO4 di butuhkan natrium sebesar 4,73 mL dan kadar Cu yang di dapat sebesar 139,745 %.



DAFTAR PUSTAKA
Day, R, A, Underwood, A, L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta.
Hamdani, Syarif. 2012. Panduan Praktikum Kimia Analisa. Bandung.
Harjadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta.
Pierce, Haenisch, Sawyer. 1958. Quantitative Analysis. United States of America.
Watson, G, David. 2005. Analisis Farmasi. Jakarta.
Regina, Padmaningrum, Tutik. 2008. Titrasi Iodometri. Yogyakarta. (ISSN 2128-3321)
Wihardika, Liony. 2015. Pengaruh Lama Pendidihan Terhadap Kadar KIO3 Pada Garam Beryodium Merk “X”. Malang. (Vol.2 No.2)










Tidak ada komentar:

Posting Komentar